Sepanjang hidupnya, manusia tidak akan bisa terlepas dari keterkaitan dengan alam (lingkungan hidup). Lingkungan hidup tidak saja sebagai tempat manusia tinggal, tetapi lebih dari itu, komponen-komponen dalam lingkungan hidup sangat menunjang kehidupan manusia, seperti tumbuhan dan binatang untuk memenuhi kebutuhan pangan, udara untuk pernapasan, air untuk minum, keperluan rumah tangga, industri dan perairan, mikroba untuk kompos dan pembersih air, dan banyak lagi yang lainnya.
Ketergantungan manusia pada lingkungan hidupnya sangat besar sekali. Untuk itu manusia harus menjaga kelestariannya. Manusia harus menjaga keserasian dan keselarasan hubungan dengan lingkungan hidupnya. Bila hubungan ini terganggu, otomatis kesejahteraan hidup manusia juga terganggu. Untuk menjaga kestabilan dan keseimbangan hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya, dirasa penting kehadiran suatu ilmu mengkaji hal tersebut.
Pada tahun 60-an, seorang ahli ilmu hayat Ernest Hacskel, mengemukakan suatu ilmu yang di namakannya Ekologi untuk yang pertama kalinya. Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya atau alam sekitarnya. Lingkungan hidup manusia dan makhluk lain terdiri atas 2 bagian, bagian yang hidup di sebut lingkungan biotik dan bagian yang tidak hidup di sebut a-biotik. Manusia akan melakukan interaksi dengan kedua lingkungan tersebut atau dengan komponen-komponen yang menyusunnya. Demikian juga dengan komponen-komponen lingkungan biotik dan a-biotik saling berpengaruh, sehingga dalam suatu lingkungan hidup terdapat jalinan interaksi yang sangat komplek. Jalinan komponen-komponen suatu lingkungan hidup mewujudkan sistim ekologi atau komplek ekologi, yang biasa di sebut dengan ekosistim.
Tiap-tiap tempat mempunyai sistem ekologi tertentu yang biasanya dalam keadaan stabil, yaitu keadaan yang tercapai setelah mengalami proses alamiah yang sangat lama. Lingkungan ini di sebut ekosistem alam atau natural, seperti: hutan, lingkungan danau, lingkungan sungai, lautan, dsb. Lingkungan yang terbentuk oleh campur tangan manusia secara aktif disebut ekosistem buatan atau ekosistim kultural; sperti, lingkungan pedesaan, perkotaan, lingkungan pabrik, dsb.
Manusia di dalam lingkungan hidup, akan berhubungan dengan unsur-unsur a-biotik seperti tanah, air, udara, sinar matahari, goncangan-goncangan suhu, dan juga dengan unsur hidup, tumbuhan dan hewan secara kelompok, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Dan manusia akan beradaptasi dengan semua itu. Mula-mula seperti halnya dengan tumbuhan dan hewan, mereka akan beradaptasi secara pasif, dimana mereka masih mempunyai tingkat-tingkat peradaban sederhana dan primitif, seperti pada waktu manusia hidup pada zaman liar tua, yang merupakan zaman yang paling kuno dalam hidup manusia. Pada waktu itu manusia hanya memakan makanan yang tersedia di alam tanpa di olah terlebih dahulu. Tetapi, semakin maju peradaban mereka, makin aktif juga adaptasi mereka terhadap lingkungan, sehingga lingkungan sering mengalami goncangan-goncangan keseimbangan. Goncangan yang tidak terkendali mengakibatkan perobahan lingkungan yang acap kali mendatangkan malapetaka kepada penduduk.
KEPENDUDUKAN dan LINGKUNGAN
Setiap negara menpunyai masalah kependudukan yang berbeda-beda. Indonesia sebagai negara yang berpenduduk terbesar ke-4 di dunia setelah RRC, India dan USA, mengalami tekanan-tekanan yang di akibatkan oleh masalah kependudukan dan kemerosotan kualitas lingkungan hidupnya. Masalah kependudukan yang di rasakan sangat pesat dan persebarannya keseluruh wilayah yang sangat timpang. Salah satu ciri penduduk Indonesia adalah persoalan persebaran penduduk yang tidak merata.. Kebanyakan penduduk tinggal di pulau Jawa yang luasnya hanya 7 % dari luas daratan indonesia dan di huni oleh 60 % penduduk. Pada tahun 1961 pulau Jawa di huni oleh 64,93 % penduduk Indonesia (survei penduduk Antara Sensus 1985, BPS Jakarta 1985) berkat program transmigrasi yang di lancarkan dengan gencar, dan dengan program keluarga berencana (KB) yang efektif, maka angka tadi menurun menjadi 64,23 % di th 1971. Di tahun 1980 turun lagi menjadi 62,16 %, dan pada th 1985 menunjukkan bahwa pulau Jawa di huni oleh 60,88 % dari penduduk Indonesia (Dep. P&K, 68)
Pertumbuhan penduduk adalah selisih dari pada jumlah kelahiran di kurangi angka kematian, di tambah imigran-imigran. Kini pertambahan penduduk Indonesia 2,3 % pertahun. Dan bisa di ramalkan angka kematian akan bertambah rendah akibat tingkat kesehatan masyarakat lebih baik, tetapi angka kelahiran tetap karena kita masih berfilosofi pronalitis " Banyak anak banyak rezeki," yang menyebabkan anak itu mempunyai status sendiri dalam keluarga (Supardjo Adikusumo,21).
Pertumbuhan penduduk tentu diiringi pula dengan pertumbuhan produksi untuk kesejahteraan hidup penduduk tersebut. Dengan pesatnya pertumbuhan penduduk, maka pemanfaatan sumber daya alam makin di perluas dan di pergiat. Pada dasarnya sumber daya alam itu dapat di bagi dua. Pertama sumber daya alam yang dapat di perbaharui atau sunber daya alam hayati. Hampir semua sumber daya alam ini dapat di budidayakan dan di kembangkan. Kedua, simber daya alam yang tidak dapat di perbaharui, yaitu sumber daya alam yang terdiri dari benda-benda alam dan sebagai hasil tambang yang terkandung di dalam tanah. Di katakan tidak dapat diperbaharui karena sumber daya ini tidak dapat di budidayakan atau di kembangkan. Misalnya , luas tanah di suatu tempat atau negara tidak akan dapat di tambah dari waktu ke waktu.
Perluasan tanah seseorang pada dasarnya mengurangi hak milik tanah orang lain. Dan, jumlah batu, pasir,krikil di sungai tidak akan mungkin terjadi pertambahan. Jika di ambil terus menerus tanpa perhitungan, tentu akan mengakibatkan kerusakan pada lingkungan, dan yang akan menanggung akibatnya tentu manusian itu sendiri, dimana kesejahteraan akan terganggu. Pada hakekatnya, untuk membina kesejahteraan hidupnya manusia memerlukan empat macam kebutuhan hidup yaitu: Pangan, sandang, papan, dan pendidikan. Untuk memenuhi semua kebutuhan itu, manusia akan memanfaatkan dan mengeksploitasi alam sekitarnya. Dalam hal ini, semua penduduk bumi masih mempunyai kecendrungan berprilaku yang membawa akibat penurunan kualitas dan kerusakan alam sekitar. Akibat dari kurangnya pengetahuan manusia dalam mengelola lingkungan, dan karena desakan hidup yang di alaminya.
Pertumbuhan penduduk dunia cukup tinggi, yaitu 2 % per tahun. Sampai demikian jauh, telah memberikan dampak negatif kepada alam sekitar. Jelas kiranya, bahwa jumlah penduduk yang terus bertambah itu menuntut jumlah kebutuhan hidup yang terus meningkat, sementara bumi kita itu serba terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan pangan, perlu di cetak perladangan dan sawah-sawah baru dengan jalan membuka hutan. Tindakan ini membawa akibat; memperkecilnya peresapan air tanah, memperbesar erosi tanah, mempermudah tanah longsor, mengakibatkan terjadinya banjir, dsb. Sedangkan peningkatan teknik pertanian dengan maksud untuk meningkatkan hasil panen, membawa akibat antara lain ; pembasmian spesies hewan yang bermanfaat, polusi pada tanah dan perairan oleh insektisida, dsb.
Untuk memenuhi kebutuhan sandang, di perlukan pendirian industri tekstil, yang perlu di bantu oleh berbagai industri penunjang antara lain; industtri pertambangan, industri kimia, industri baja, dll. Kegiatan ini akan membawa akibat berkurangnya tanah pertanian, terjadinya polusi udara, polusi pada tanah dan perairan. Untuk memenuhi tuntutan kebutuhan papan dan pendidikan juga di perlukan tanah untuk tempat berdirinya bangunan atau sarana. Penyediaan areal tanah untuk pemukiman dan untuk berdirinya bangunan gedung-gedung pendidikan, sebagian orang akan menggunakan atau memanfaatkan sebagian tanah pertaniannya, dan atau dengan jalan membuka hutan. Hal ini akan membawa akibat menyusutnya persediaan makanan atau pangan dan kerusakan lingkungan.
Kerusakan lingkungan karena akibat memenuhi tuntutan papan dan tuntutan pendidikan ini sangat sulit untuk di atasi, karena mencakup dan atau menyangkut pada sumber daya alam yang tidak dapat di perbaharui, seperti pada penyediaan areal tanah untuk tempat berdirinya bangunan. Sebagai contoh ; di ibu-ibu kota propinsi yang mempunyai jumlah penduduk yang cukup padat di banding dengan kota-kota di kabupaten. Karena jumlah penduduknya yang cukup padat itu maka kebutuhan akan perumahan tentu akan semakin tinggi kuantitasnta. Untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan perumahan, maka pemerintah dengan pihak swasta membantu penduduk untuk memliki rumah melalui Kredit Pemilikan Rumah (BPR) yang di laksanakan oleh Bank Tabungan Negara (BTN) dan bank-bank swasta lainnya.
Lokasi perumahan di kota-kota sudah tumbuh seperti jamur. Dan, hampir 100 % material untuk membangun perumahan itu berasal dari alam. Dan material-matrial yang di gunakan itu adalah sumber daya alam yang tidak dapat di perbaharui, seperti pasir, batu, krikil, semen dan juga arealnya sendiri. Batu, pasir dan krikil sudah pasti di ambil dari sungai. Umumnya penduduk yang bermukin di sekitar sungai, menjadikan sungai tersebut sebagai lapangan kerja. Setiap hari masyarakat akan mengumpulkan batu, krikil dan pasir untuk membangun rumah sendiri, sebagian lagi untuk di jual dan hasilnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kebanyakan penduduk itu kurang menyadari bahwa akibat dari perbuatan mereka itu akan menimbulkan kerugian-kerugian di pihak mereka sendiri, dan kalaupun ada yang menyadari tetapi mereka tidak dapat melepaskan diri dari kegitan tersebut, karena tuntutan kebutuhan hidup mereka yang mendesak, sementara pekerjaan lain sudah tidak memadai lagi, misalnya dalam bidang pertanian, karena lahan pertanian sudah mulai berkurang karena lahan di jadikan tempat pemukiman dan bangunan-bangunan lain, di samping itu mereka tidak memeliki keahlian lain. Sehingga, tidak ada piliha lain dari mereka, maka mau tidak mau kegiatan tersebut tetap berlanjut, demi sesuap nasi pagi dan petang.
Akibat dari pengerukan yang selalu terjadi di sungai-sungai, tebing-tebing di pinggiran sungai akan mudah mengalami longsor pada musim hujan, karena pertahananya sudah tidak ada lagi. Sebagian yang lonsor itu adalah areal persawahan dan mengakibat sawah tidak bisa di tanami dan tidak berproduksi lagi. Jika hal seperti ini di biarkan berlarut-larut, maka tak terhindarkanlah kemungkinan terjadinya malapetaka yang lebih dahsyat.
PERANAN MANUSIA DALAM MELESTARIKAN ALAM
Sebagai manusia penduduk bumu, manusia bertanggung jawab terhadap tuhan dalam menjaga kelangsungan hidup manusia dan kelestarian lingungan. Soejiran (1983), menjelaskan bahwa manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia mempengaruhi lingkungan hidupnya dan juga di pengaruhi oleh lingkungan. Dalam usaha menjaga kelangsungan hidup, manusia berusaha memanfaatkan sumber-sumber alam yang ada dengan disertai dengan pengolahan yang baik. Manusia sangat dominan dalam mengelola lingkungannya, sedangkan kelangsungan hidup manusia tergantung pada kelestarian ekosistimnya.
Pada masyarakat yang kita anggap tradisional, ternyata kearifan terhadap ekosistimnya lebih tinggi.. Misalnya, suku bangsa Timor di kepulauan Nusa Tenggara Timur, berpendapat bahwa manusia itu bagian yang tidak terpisahkan dari alam semesta. Hidup manusia dalam mengolah dan mengerjakan alam sekitanya tidak boleh sembarangan, tetapi harus mengusahakan supaya ketertiban hubungan antara manusia dan alam tidak berobah. Manusia harus mengusahakan terjadinya keseimbangan hubungan antara kekuatan-kekuatan gaib yang bersembunyi di dalam tiap-tiap bagian alam raya. Orang Timor menyebut hubungan antara kekuatan gaib langit dan kekuatan gaib bumi sebagai " Maromak oan" dan "Liurai", yang di anggap sebagai pemerintahan di pusat pilau Timor, (Hidaya Z.M 27).
Pada masyarakat Minangkabau yang tradisional, dapat juga kita lihat adanya kearifan dalam menjaga hubungan dengan alam sekitarnya. Masyarakat Minangkabau yang tradisional masih bebentuk keluarga luas. Masyarakatnya tidak akan mengalami berkurangnya lahan pertanian akibat pemukiman, karena mereka tinggal bersama dengan kerabat-kerabat mereka yang lain dalam satu rumah, yang mereka sebut " Rumah Gadang." Keluarga luas menurut Koentjaraningrat adalah kelompok kekerabatan yang terdiri dari satu keluarga inti, tetapi seluruhnya merupakan satu kesatuan sosial yang amat erat, dan biasanya hidup tinggal bersama pada suatu rumah, (Koentjaraningrat, 113). Dari definisi Koentjaraningrat mengenai keluarga luas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa, walaupun terjadi pertumbuhan yang pesat pada masyarakat Minangkabau (tradisional), tidak akan berpengaruh pada masalah pemukiman, dan tidak akan terjadi pembukaan hutan baru, dan tidak akan terjadi berkurangnya lahan pertanian untuk lahan pemukiman. Bagi mereka untuk satu keluarga luas cukup satu Rumah Gadang saja, karena yang tinggal di rumah hanya yang perempuan saja, sedangkan kaum laki-laki (dewasa) kalau tidak merantau mereka akan tinggal di surau (langgar).
PEROBAHAN SOSIAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP LINGKUNGAN
Masyarakat mengalami perobahan. Pertambahn penduduk dan kemajuan dalam pendidikan telah ikut mendorong terjadinya perobahan sosial. Perobahan sosial tidak sama dengan perobahan kebudayaan.Menurut Persaudi Suparlan, yang di maksud dengan perubahan sosial adalah perobahan dalam struktur sosial dan dalam pola-pola hubungan sosial yang antara lain mencakup sistem status, hubungan-hubungan dalam keluarga, sistem-sistem politik dan kekuatan, dan persebaran penduduk. Perobahan sosial dapat terjadi melalui suatu kegiatan imitasi yang di lakukan oleh generasi muda, melalui proses penemuan, dan penciptaan. Perobahan sosial terjadi karena adanya kekuatan-kekuatan pendorong yang menjadi motivasi untuk melakukan perobahan. Kekuatan pendorong tersebut terutama karena:
- Ketidak puasan terhadap situasi yang ada, karena ada keinginan untuk situasi yang lain.
- Adanya pengetahuan untuk sesuatu yang baru
- Adanya tekanan dari luar, sehingga perlu penyesuaian diri atau turut berkompetisi.
- Adanya kebutuhan untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi.
Proses perobahan suatu masyarakat sangat di tentukan oleh komunikasi pengenalan terhadap gagasan-gagasan baru dan penerimaan masyarakat terhadap gagasan tersebut. Pada umumnya masyarakat mempunyai kebudayaan, tetapi tidak semua atau setiap masyarakat itu mempunyai peradaban. Arnol Toynbee, melihat perkembangan peradaban itu sebagai suatu lingkaran yang bersifat siklus yang terkadang tumbuh, berkembang, mandek atau bahkan hancur. Menurutnya peradaban itu muncul karena adanya tantangan, dimana tantangan itu bersifat alam, sosial. Peradaban muncul dari daerah-daerah yang agak keras untuk survive. tantangan yang tidak terlampau besar tidak pula menimbulakan tantangan yang memadai, begitu juga dengan tantangan yang lebih lemah. Menurut Toynbee, peradaban akan mengalami kehancuran bila diri orang itu tidak dapat berfungsi secara memadai ( misalnya, korupsi) sehingga loyalitas masyarakat itu bisa dilihat tercermin dari jiwa individu itu sendiri sebagai anggota masyarakat. Begitupun, situasi sosial ekonomi dari suatu masyarakat, akan mempengaruhi perkembangan masyarakat yang kebal terhadap kemandehan. Selanjutnya toynbee mengemukakan bahwa kemerosotan itu juga di hubungkan dengan :
- Pengaruh dari elite
- Bagaimana elite itu menjaga hubungan dengan rakyat
- Bagaimana pertentangan elite dengan elite itu sendiri
Seperti yang kita ketahui bahwa tidak ada masyarakat dengan kebudayaan yang tidak mengalami perobahan, walaupun mereka berada di daerah yang terisolir sekalipun. Pada masyarakat Minangkabau, sekarang ini terlihat kecendrungan berobahnya keluarga luas menjadi keluarga inti/kecil. Perobahan keluarga luas ke keluarga inti di Minangkabau membawa perobahan pola-pola hubungan sosial masyarakat Minang, terutama dalam sistim status dan hubungan-hubungan dalam keluarga. Dalam keluarga luas di Minangkabau, hubungan anggota-anggota kekeluargaan itu lebih dekat ke mamak (paman) dari pada ayah. Karena, seorang ayah hanya di pandang sebagai seorang tamu dan di pelakukan sebagai tamu. Kehadiran seorang ayah hanya sebagai pemberi keturunan. Seorang ayah tidak berkewajiban penuh dalam membiayai keluarganya, karena yang bertanggung untuk itu adalah seorang mamak. Maka di sini dapat kita lihat bahwa dalam keluarga luas masyarakat Minagkabau status mamak lebih tinggi dari seorang ayah. Dengan berobahnya kelurga luas menjadi keluarga inti (keluarga yang terdiri dari seorang ayah, ibu dan anak-anak), maka pola-pola hubungan dan sistim status pun ikut berobah. Dalam keluarga inti, status seorang mamak mulai mengalami kemunduran dan memudar, sedangkan kedudukan sebagai kepala keluarga mulai terlihat fungsinya. Hubungan ayah dengan anak-anak mereka sudah terlihat akrab karena frekwensi pertemuan ayah dan anak-anak tersebut sudah banyak di banding pada masa dulu. Dulu, seorang bapak kembali ke rumah istrinya hanya hanya pada malam hari, sehingga anak-anak tidak terlalu dekat dengan ayah atau bapaknya.
Perobahan sosial di Minangkabau ini juga membawa dampak terhadap lingkungan, sebab dengan keluarga inti sekarang tidak memungkinkan lagi mereka hidup dalam satu rumah seperti sebelumnya, mereka mengalami perobahan. Karena, yang memimpin dalam Rumah Gadang tidak mamak lagi, tetapi masing-masing suami dari mereka. Sehingga persatuan dalam Rumah Gadang mulai terpecah-pecah. Hal ini tentunya menimbulkan keinginan mereka untuk membangun rumah sendiri-sendiri. Maka penggunaan tanah pertanian sebagai areal pemukiman tak mungkin lagi dihindari . Dengan berkurangnya lahan pertanian, ada kemungkinan masyarakat akan membuka hutan untuk di jadikan lahan baru. Kalau hal ini memang terjadi, maka kerusakan hutan tidak dapat di hindari.
boleh komentar gak??, btw aku suka banget nih, (ska sm putrinya) hihihihi, becanda, kalo udah bicara sosial, udah deh, pasti panjang banget critanya,
BalasHapusHeeee...Jinkinjeng, makasih ya sudah mampir..salam
BalasHapus@putri. iya sama2 putri, salam kenal juga yah, km suka puisi juga yah?, emm, jinkinjeng liat2 eh ada puisi bagus-bagus disini, apalagi puisi yang motivasi itu, hmm, keren deh, jadi termotivasi setelah membacanya,
BalasHapusJinkinjeng@..suka buanget sama puisi,jd terinspirasi jg stlh baca puisi2 temen,bgus2..!! puisi kamu tak kalah bagusnya Jin.., kalau aku lg belajar meneteskan luapan perasaan..heeee
BalasHapus